Mereviuw sejarah pendidikan demokrasi di IPNU ada sebuah pergolakan ketika era kepemimpinan rekan Abdullah Azwar Anas, yang ketika itu di non aktifkan oleh Pengurus Harian PP IPNU karena maju menjadi calon legislatif dari Parti Kebangkitan Bangsa (PKB), persoalannya bukan hanya pencalegkan pada saat itu, tetapi rangkap jabatan yang secara tegas di atur dalam Peraturan Rumah Tangga IPNU Bab VII Pasal 21 mengenai rangkap jabatan. Dimana pada saat itu rekan Abdullah Azwar Anas, bukan hanya calon legislatif tetapi salah satu wakil sekretaris jenderal DPP PKB, maka dalam perundang-undangan IPNU (Peraturan Organisasi) pengurus harian yang merangkap dua atau lebih jabatan pengurus harian di lingkungan Nahdlatul Ulama, organisasi politik, beserta neven-nevennya pada semua tingkatan, harus memilih salah satunya dalam jangka waktu 4 bulan.
Melalui Rapat Pimpinan Nasional (RAPIMNAS IPNU) di
Bagimana dengan PP IPNU saat ini?, secara tegas sikap PP IPNU mengenai Pemilu 2009 belum sepenuhnya mengatur aparat-aparat struktural IPNU, dalam perundang-undangan IPNU belum ada pasal yang mengatur mengenai keikutsertaan organisasi dalam pesta demokrasi di seluruh indonesia seperti mengatur kader-kader ipnu yang akan ikut bertarung dalam pemilihan kepala daerah, calon legislatif serta calon Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Identifikasi kasus saat ini beberapa kader IPNU yang yang ikut dalam pesta demokrasi baik itu pemilihan kepala daerah atau pemilu 2009 nantinya, diantaranya rekan Paryadi selaku ketua PW IPNU Kalimantan Barat menjadi calon wakil walikota pontianak, rekan Talkhis Ketua PW IPNU jawa tengah maju menjadi calon Dewan Perwakilan Daerah dari propinsi jawa tengah serta rekan Hariwibowo ketua pimpinan cabang IPNU kab. Jayapura sebagai calon legislatif DPRD I kab. Jayapura. dan beberapa pengurus PP IPNU yang juga nantinya akan maju sebagai calon legislatif dari partai yang berbeda-beda.
a. belajar dari kekalahan.
Traumatik sebahagian kader-kader IPNU dan jamaah NU pada umumnya sangat akut, bagaimana tidak pada pemilihan presiden 2004 saat itu ketika ketua umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH. A. Hasyim Muzadi maju menjadi salah satu kandidat wakil presiden mendampingi Megawati Soekarno Putri yang di usung oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI P), beberapa tim sukses Mega-hasyim saat itu secara massif memakai kekuatan Nahdlatul Ulama untuk menyeret organisasi ini ke politik praktis.
Belum lagi kasus-kasus pemilihan kepala daerah langsung yang melibatkan pertarungan kader-kader NU seperti majunya ketua PW NU Jawa tengah sebagai calon wakil gubernur jawa tengah yang kemudian kalah, lalu di jawa barat kandidat yang di usung oleh Nahdlatul Ulama secara informal juga keok, pertarungan mustasyar Nahdlatul Ulama di sulawesi selatan juga berlangsung panas, dimana H.M.Amin syam harus berhadapan dengan H. Agus Arifin Nu’mang. Terakhir adalah pemilihan kepala daerah propinsi jawa timur yang putaran kedua nantinya akan terjadi all NU final antara Khofifah sebagai calon gubernur melawan Syaifullah yusuf (Gus Ipul) sebagai wakil gubernur.
Belum lagi sebahgian dari politisi-politisi Nahdlatul Ulama menampilkan akrobat politik, bahkan sebahagian dari ungkapan masyarakat yang mengatakan politisi yang lahir dari Nahdlatul Ulama adalah “karbitan” bagimana tidak, beberapa kasus di republik ini yang melibatkan politisi NU harus berakhir di kamar prodeo. Benteng pertahanan NU belum mampu melindungi kader-kadernya yang terjerat kasus yang berbau politis.
b. mulai dari rumah IPNU.
Saat ini pimpinan pusat harus membuat produk undang-undang yang mengatur tentang keterlibatan aparatur IPNU pada pemilihan kepala daerah dan pemilu 2009 di seluruh tingkatan oragnisasi. Dalam rapat badan pengurus harian pimpinan pusat IPNU telah mengambil langkah maju paling tidak PP IPNU saat ini bisa memperlihatkan pengelolaan aparatur organisasi sebagai bagian dari distribusi kader, paling tidak lahirnya peraturan pimpinan pusat nantinya bisa memberikan pertanggung jawaban kepada seluruh kader IPNU bahwa rumah IPNU bukan tempat pengkaderan bagi partai politik.